Kamis, 30 Mei 2013

Analisis Turunan Barbiturat


BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar belakang
Dalam bidang farmasi khususnya kimia atau analisis farmasi sering dilakukan analisis sediaan farmasi, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif seperti identifikasi organoleptik, sedangkan analisa kuantitatif digunakan untuk menentukan kadar suatu senyawa.
Pada percobaan ini akan dilakukan analisis senyawa turunan barbiturat yakni fenobarbital yang selanjutnya akan ditentukan kadarnya dengan menggunakan metode bromometri dengan titrasi tidak langsung.
Bromometri merupakan salah satu metode penentuan kadar suatu senyawa berdasarkan atas reaksi reduksi-oksidasi baik itu dengan titrasi langsung atau tidak langsung dan didalam percobaan ini dilakukan titrasi tidak langsung dimana bahan pereduksi dioksidasi terlebih dahulu dengan larutan baku berlebih, kemudian ditambahkan indikator dan dititrasi kembali hingga berubah warna.
Analisis senyawa barbiturat seperti fenobarbital ini dianggap penting khususnya bagi mahasiswa farmasi karena sebagaimana diketahui senyawa turunan barbiturat memiliki aktivitas farmakologis yakni sebagai hipnotik-sedativ, dimana hipnotik artinya berkhasiat menidurkan dan sedativ artinya berkhasiat menenangkan. Oleh karena itu, penting untuk menganalisis senyawa ini. Hal inilah yang melatarbelakangi percobaan ini.

I.2. Maksud dan tujuan percobaan
I.2.1. Maksud percobaan
Dapat mengetahui dan memahami cara analisa kuantitatif dengan metode bromometri.
I.2.2. Tujuan percobaan
Dapat mengetahui dan memahami cara analisa kuantitatif dengan metode bromometri dari obat turunan barbiturate yaitu fenobarbital dengan titrasi tidak langsung.
I.3. Prinsip percobaan
Analisa kuantitatif dari sampel fenobarbital dengan metode bromometri menggunakan titrasi tidak langsung dengan menambahkan larutan KbrO3 dan Kbr serta H2SO4. Kemudian, ditambahkan KI untuk membebaskan I2 dan dititrasi dengan natrium tiosulfat menggunakan indikator kanji hingga terjadi perubahan warna.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Teori umum
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan sedatif. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik, barbiturat telah banyak digantikan oleh benzodiazepin yang lebih aman (Ganiswara, 1995).
Secara kimia, barbiturat merupakan derivat asam barbiturat. Asam barbiturat (2,4,6-trioksoheksahidropirirmidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara urea dengan asam malonat (Ganiswara, 1995).
Asam barbiturat sendiri tidak menyebabkan depresi SSP, efek hipnotik dan sedatif serta efek lainnya ditimbulkan bila pada posisi 5 ada gugusan alkil atau aril (Ganiswara, 1995).
Barbiturat bekerja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak sama kuatnya. Dosis nonanestesi teruatama menekan respons pasca sinaps. Penghambatan hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian efek yang terjadi mungkin tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator (Ganiswara, 1995).
Barbiturat memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan inhibisi transmisi sinaptik. Kapasitas barbiturat membantu kerja GABA sebagian menyerupai kerja benzodiazepine, namun pada dosis yang lebih tinggi bersifat sebagai aganis GABA-nergik, sehingga pada dosis tinggi barbiturat dapat menimbulkan depresi SSP yang berat (Ganiswara, 1995).
Barbital-barbital semuanya bersifat lipofil, sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam pelarut-pelarut non polar seperti minyak, kloroform dan sebagainya. Sifat lipofil ini dimiliki oleh kebanyakan obat yang mampu menekan SSP. Dengan meningkatnya sifat lipofil ini, misalnya dengan mengganti atom oksigen pada atom C2 menjadi atom belerang, maka efek dan lama kerjanya dipercepat, dan seringkali daya hipnotiknya diperkuat pula (Tadjuddin, 2001).
Penggolongan barbiturat disesuaikan dengan lama kerjanya, yaitu (Tadjuddin, 2001):
1. Barbiturat kerja panjang
Contohnya: Fenobarbital digunakan dalam pengobatan kejang
2. Barbiturat  kerja singkat
Contohnya: Pentobarbital, Sekobarbital, dan Amobarbital yang efektif sebagai sedatif dan hipnotik
3. Barbiturat kerja sangat singkat
Contohnya: Tiopental, yang digunakan untuk induksi intravena anestesia.
Analisis kimia farmasi kuantitatif dapat didefinisikan sebagai aplikasi prosedur kimia analisis kuantitatif terhadap bahan-bahan yang dipakai dalam bidang farmasi terutama dalam menentukan kadar dan mutu dari obat-obatan dan senyawa-senyawa kimia yang tercantum dalam farmakope-farmakope serta buku-buku resmi lainnya seperti formularium-formularium (Susanti, 1997).
Analisis kimia farmasi kuantitatif biasanya dibagi menjadi beberapa analisis berdasarkan metode dan teknik kerjanya (Susanti, 1997):
1.    Analisis gravimetri
2.    Analisis volumetri yang biasa desebut juga analisis titrimetri
3.    Analisis gasometri
4.    Analisis dengan metode fisika dan kimia
Analisis titrimetri umumnya dapat dibagi dalam 4 bentuk, yaitu (Susanti, 1997):
1.    Reaksi netralisasi atau disebut asidimetri/alkalimetri
2.    Reaksi pembentukan kompleks
3.    Reaksi pengendapan
4.    Reaksi oksidasi-reduksi.
Bromometri merupakan penentuan kadar senyawa berdasarkan reaksi reduksi-oksidasi dimana proses titrasi (reaksi antara reduktor dan bromin berjalan lambat), sehingga dilakukan titrasi secara tidak langsung dengan menambahkan bromin berlebih (Susanti, 1997).
II.2. Uraian bahan
1.  Fenobarbital
Nama resmi          : PHENOBARBITALUM
Nama lain             : Luminal
Nama kimia          : asam-5-etil-5 fenilbarbiturat
RM/BM                  : C12H12N2O3/232,24
Rumus struktur    :
                               
Pemerian          : Hablur atau serbuk hablur, putih tidak berbau, rasa agak pahit.
Kelarutan           : Sangat sukar larut dalam air; agak sukar larut dalam kloroform; larut dalam etanol.
Persen kadar       :  19,0%-21,0%.
Penyimpanan      : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan                        : Sebagai sampel.
2.  Iodium
Nama resmi          : IODUM
Nama lain             : Iodium
RM/BM                  : I/126,91
Pemerian              : keping atau butir, berat, mengkilat seperti logam;hitam kelabu; bau khas.
Kelarutan        : larut dalam lebih kurang 300 bagian air, dalam 13 bagian etanol (95 %) P. dalam lebih kurang 80 bagian gliserol P dan dalam lebih kurang 7 bagian karbondisulfida P ; larut dalam kloroform P dan dalam karbontetraklorida P.
Penyimpanan      : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan            : Sebagai pereaksi.
3.  H2SO4
Nama resmi          : ACIDUM SULFURICUM
Nama lain             : Asam sulfat
RM/BM                  : H2SO4/98,07
Pemerian            : Cairan kental seperti minyak, korosif; tidak berwarna; jika ditambahkan kedalam air menimbulkan panas.
Penyimpanan      : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan                        : Sebagai penetral kelebihan basa.
4.  Na2S2O3
Nama resmi          : NATRII THIOSULFAS
Nama lain             : Natrium tiosulfat
RM/BM                  : Na2S2O3/248,17
Pemerian              : Hablur besar tidak berwarna atau serbuk hablur kasar. Dalam udara lembab meleleh basah. Dalam hampa udara pada suhu diatas 330 merapuh.
Kelarutan              : Larut dalam 0,5 bagian air; praktis tidak larut dalam etanol (95%) P.
Penyimpanan      : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan            : Sebagai penitran.
5.  Kanji 1%
Nama resmi          : AMILUM SOLANI
Nama lain             : Amilum/pati kentang
Pemerian              : Serbuk halus, putih, tidak berbau.
Kelarutan           : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P.
Penyimpanan      : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan            : Sebagai indikator.
6.  KI (FI Edisi III:330)
Nama resmi          : KALII IODIDUM
Nama lain             : Kalium iodida
RM/BM                  : KI/166,00
Pemerian             : Hablur heksahedral; transparan atau tidak berwarna, opak dan putih; atau serbuk butiran putih, higroskopik.
Kelarutan          : Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih; larut dalam etanol (95%) P; mudah larut dalam gliserol P.
Penyimpanan      : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan                        : Membantu melepaskan I2
7.  Kloroform (FI edisi III:151)
Nama resmi          : CHLOROFORMUM
Nama lain             : Kloroform
RM/BM                  : CHCl3/119,38
Pemerian        : Cairan, mudah menguap; tidak berwarna; bau khas; rasa manis dan membakar.
Kelarutan         : Larut dalam lebih kurang 200 bagian air; mudah larut dalam etanol mutlak P, dalam eter P, dalam sebagian besar pelarut organik, dalam minyak atsiri dan dalam minyak lemak.
Penyimpanan      : Dalam wadah tertutup baik bersumbat kaca.
Kegunaan            :
8.  KbrO3 (FI Edisi III:687)
Nama lain             : Kalium bromat
Pemerian              : Serbuk hablur; putih.
Kelarutan            : Pada suhu 15,50 larut dalam 12,5 bagian air, dalam 2 bagian air mendidih; sangat sukar dalam etanol (95%)P.
Penyimpanan        : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan              : Sebagai pereaksi pembentuk endapan Br2.
9.  Kbr (FI edisi III:328)
Nama resmi          : KALII BROMIDUM
Nama lain             : Kalium bromida
RM/BM                  : Kbr/119,01
Pemerian         : Hablur tidak berwarna, transparan atau buram atau serbuk butir; tidak berbau; rasa asin dan agak pahit.
Kelarutan         : Larut dalam lebih kurang 1,6 bagian air dan dalam lebih kurang 200 bagian etanol (90%) P.
Penyimpanan        : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan              : Sebagai pereaksi.



















BAB III
METODE KERJA
III.1. Alat dan bahan
III.1.1. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu batang pengaduk, botol semprot, buret, erlenmeyer, gelas kimia, kertas perkamen, klem, pipet skala, pipet tetes, pipet volume, pipet volume, sendok tanduk, statif, dan timbangan analitik.
III.1.2. Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu indikator kanji 1%,  iod, H2SO4 1 N, Kbr, KbrO3, KI, kloroform, Na2S2O3 1 N, dan tablet fenobarbital.
III.2. Cara kerja
1.  Tablet fenobarbital ditimbang sebanyak 205 mg yang setara dengan 50 mg fenobarbital.
2.  Dilarutkan dalam kloroform sebanyak 5 ml.
3.  Ditambahkan KbrO3 sebanyak 10 ml dan Kbr sebanyak 1 gram.
4.  Ditambahkan H2SO4 1 N sebanyak 5 ml dan ditambahkan KI sebanyak 1 gram. Kemudian dihomogenkan dan didiamkan di tempat gelap selama kurang lebih 15 menit.
5.  Dititrasi sedikit dengan Na2S2O3 1 N hingga berwarna coklat, kemudian ditambahkan indikator kanji 1% 2-3 tetes. Selanjutnya, ditambahkan iod hingga kembali berwarna hitam.
6.  Titrasi kembali hingga berwarna bening.






















BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1. Data pengamatan
Berat etiket tablet fenobarbital                   = 30 mg.
Bobot rata-rata tablet                                  
Bobot yang setara dengan 50 mg                             
Volume titrasi                                                = 0,6 ml.
Perubahan warna                                       = Hitam-bening
IV.2. Perhitungan
Mg=V.N.Be sampel
     = 0,6 . 1 . 232,24
     = 139,344 mg
               
                 
               
          
          
          
            
            
                
IV.3. Reaksi
KbrO3 + 5KBr + 6H2SO43Br2 + 6K+ + 3H2O + 6SO4-2
Sisa Br2 + KI I2 + 2KI
I2 + 2Na2S2O3  2NaI + Na2S4O6













BAB V
PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan analisis kuantitatif terhadap senyawa turunan barbiturat yaitu fenobarbital menggunakan metode bromometri dengan titrasi secara tidak langsung. Metode bromometri merupakan suatu metode yang berdasarkan atas reaksi reduksi oksidasi dan titrasi tidak langsung dimana larutan pereduksi terlebih dulu dioksidasi dengan larutan baku berlebih baru kemudian dititrasi kembali setelah penambahan indikator.
Sebagaimana diketahui fenobarbital memiliki efek farmakologis sebagai hipnotik sedativ yang merangsang SSP. Oleh karena itu analisis ini dianggap penting. Sediaan yang dipakai dalam percobaan ini yaitu tablet. Tablet fenobarbital yang telah diserbukkan ditimbang sebanyak 205 mg yang dianggap setara dengan 50 mg fenobarbital yang dihitung dengan cara membagi 50 mg dengan jumlah tablet dikali bobot etiket, lalu dikalikan dengan bobot keseluruhan tablet.
Setelah sampel ditimbang, dilarutkan dalam kloroform sebanyak 5 ml. Dilarutkan menggunakan kloroform karena fenobarbital sangat sukar larut dalam air dan bias larut dalam kloroform dan etanol.
Sesudah dilarutkan, sampel ditambahkan larutan KbrO3 sebanyak 10 ml dan Kbr sebanyak 1 gram. Kemudian, dihomogenkan dan ditambahkan larutan H2SO4 1 N sebanyak 5 ml. Tujuan ditambahkannya larutan KbrO3 dan Kbr yaitu untuk membentuk endapan Br2. Oleh karena itu, titrasi ini disebut titrasi bromometri. Selanjutnya, ditambahkan H2SO4 karena titrasi dengan menggunakan penitran Na2S2O3 hanya boleh dilaksanakan dalam suasana asam atau hampir netral. Hal ini karena, ditakutkan ketika terjadi disproporsionasi iod menjadi hipoiodit dan iodida, maka hipoiodit yang terbentuk akan mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, sehingga dianggap penting dengan adanya H2SO4 untuk membuat suasana asam.
Setelah penambahan asam, larutan tersebut ditambahkan KI sebanyak 1 gram, kemudian dihomogenkan dan ditempatkan di tempat gelap selama kurang lebih 15 menit. Sisa endapan Br2 yang sudah terbentuk tadi akan bereaksi dengan KI. Jadi, tujuan penambahan KI yaitu untuk membebaskan I2. Adapun tujuan ditempatkan di tempat gelap yaitu untuk menghasilkan iod yang baik karena iod mudah terpolarisasi oleh cahaya, sehingga nantinya tidak banyak iod yang terionisasi dan setelah ditempatkan di tempat gelap ternyata menyebabkan perubahan warna larutan menjadi hitam.
Setelah didiamkan, larutan tersebut dititrasi sedikit dengan Na2S2O3 dan ternyata volume titrasi yang digunakan sehingga berubah warna menjadi bening yaitu 0,1 ml. Selanjutnya, ditambahkan indikator  kanji 1% sebanyak 2-3 tetes dengan tujuan memberikan warna biru, tetapi didalam percobaan tidak dijumpai adanya warna biru dan kembali ditambahkan larutan iodium yang memberikan warna coklat kehitaman kembali dengan tujuan untuk memberikan kembali iod karena kemungkinan iod yang terkandung sudah terionisasi sempurna yang disebabkan karena titrasi yang berlebihan tadinya. Setelah itu, kembali dititrasi dengan Na2S2O3 1 N hingga kembali menjadi bening dan ternyata dibutuhkan volume sebanyak 6 ml. Jadi, I2 yang terbentuk tadi yang akan bereaksi dengan Na2S2O3 membentuk NaI dan Na2S4O6.
Dari hasil perhitungan sesuai data pengamatan didapatkan kadar fenobarbital yang diperoleh yaitu 465%. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa fenobarbital mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%.
Kesalahan dari hasil yang didapatkan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya yaitu menurut literatur, seharusnya jumlah Kbr yang digunakan untuk bereaksi dengan 5 ml H2SO4 yaitu 10 gram dan didalam percobaan praktikan hanya diperintahkan menggunakan Kbr sebanyak 1 gram, akibat keterbatasan bahan praktikum. Selanjutnya, konsentrasi penitran yang digunakan terlalu pekat dibandingkan yang diperintahkan yaitu 0,1 N dan yang digunakan konsentrasi 1 N, sehingga kadar yang diperoleh terlalu tinggi karena jika digunakan konsentrasi 0,1 N maka didapatkan % kadar yang lebih kecil. Kemudian, ketidaktelitian praktikan menyebabkan titrasi awal berlebihan, sehingga harus kembali ditambahkan iodium yang bukan terbentuk dari KI sesuai prosedur percobaan dan faktor lain. Namun, tidak maksimalnya hasil percobaan tidak menjadi masalah didalam suatu percobaan, tetapi yang lebih penting adalah mengetahui prinsip dari percobaan ini.
BAB VI
PENUTUP
VI.1. Kesimpulan
Kadar fenobarbital yang diperoleh menggunakan metode bromometri dengan titrasi tidak langsung adalah 465%. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa % kadar fenobarbital tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%. Hal ini disebabkan karena adanya berbagai faktor kesalahan didalam percobaan.
VI.2. Saran
-









DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM,. Farmakope Indonesia edisi III. DEPKES RI: Jakarta. 1979.
Ganiswarna, Sulistia G. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta: Universitas Indonesia.1995.P. 134, 135, 226, 227, 231.

Susanti, S., Jeanny Wunas. 1997. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif. UNHAS: Makassar.1997.P. 1, 29,30, 100, 101, 103, 105, 140, 141.

Tadjuddin, Naid. Penuntun Praktikum Analisa Farmasi. UNHAS: Makassar.2001.P.22, 23

Tim penyusun,. Penuntun praktikum analisis farmasi. STIFA: Makassar. 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar